Kisah RA Kartini Bersama KH Sholeh Darat Tentang Tafsir Alquran Berbahasa Jawa

Post a Comment

Kolase RA Kartini dan KH Sholeh Darat
Kolase Foto RA Kartini dan KH Sholeh Darat (dok. NU Online)


ATAPATAP.COM — Disetiap tanggal 21 April, menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk memperingati seorang tokoh perempuan—pahlawan nasional yakni Raden Ajeng (RA) Kartini. Tak luput disetiap sekolah-sekolah ataupun instansi pemerintahan untuk melakukan upacara peringatan disetiap tanggal tersebut.

Perempuan kelahiran Jepara, Jawa Tengah 21 April 1879 ini, dikenal sebagai wanita yang teguh dalam memperjuangkan hak-hak wanita Indonesia pada masa penjajahan dulu. Telah banyak buku-buku sejarah yang menceritakan riwayat perjuangannya. Mulai dari Ia pandai berbahasa Belanda hingga Ia menjadi seorang perempuan yang berani menentang perlakuan feodalisme pada masanya berikut juga riwayat-riwayat perjuangan lainnya.

Namun, tahukah teman-teman ternyata RA Kartini adalah seorang santri yang mempunyai kedekatan cukup erat terhadap seorang ulama besar pada masanya yang diketahui juga merupakan guru daripada Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan juga KH Ahmad Dahlan yakni KH Sholeh Darat.

Diceritakan oleh KH Achmad Chalwani, Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah dan Pendiri STAI An-Nawawi Purworejo, dikutip dari kanal YouTube NU Online, bahwasanya KH Sholeh Darat semasa hidupnya telah melakukan penafsiran Alquran berbahasa Jawa (belum sampai selesai, hanya sampai 13 juz), yang apabila diusut justru RA Kartinilah yang pertama kali menyarankan atau mengusulkan kepada KH Sholeh Darat agar seluruh isi Alquran ditafsirkan dalam bahasa Jawa.

Diceritakan kala RA Kartini berusia 13 tahun, saat ia diajarkan Tafsir Alquran menggunakan Bahasa Jawa, terjadi dialog antara RA Kartini dengan KH Sholeh Darat.

RA Kartini mengatakan, "Kiai, saya tadi diajarkan tafsir Alquran memakai Bahasa Jawa, hati saya tentram, tolong Kiai, tafsirkan Alquran seluruhnya ke dalam Bahasa Jawa, biar sebagai pegangan teman-teman saya putri-putri Jawa,"

Waktu itu, RA Kartini belum menyebutkan nama Indonesia, karena saat itu, nama Indonesia belum lahir.

Mendengar permintaan tersebut, KH Sholeh Darat membalas, "Kartini, menafsirkan Alquran itu tidak mudah, tidak setiap orang diperbolehkan menafsirkan. Orang yang boleh menafsirkan Alquran harus memiliki syarat ilmu bantu tafsir yang lengkap, dari gramatika Arab, Nahwu, Shorof, Ilmu Badi', Ma'ani, Bayan, Munashatil kalam, Nasikh Mansukh, Asbaabul Wurudh, Asbaabun Nuzul, dan lain sebagainya,"

"Kiai, saya minta usul demikian karena saya punya keyakinan, semua ilmu tersebut sudah Kiai miliki," kata RA Kartini.

Sontak KH Sholeh Darat menangis sembari menundukkan kepala mendengar RA Kartini mengungkapkan hal tersebut. Ia tak menyangka, RA Kartini memiliki pemikiran cerdas hingga Ia mengusulkan agar Alquran ditafsirkan ke dalam Bahasa Jawa.

Pada kesempatan lainnya, Kiai Sholeh meminta untuk mendoakan agar ia dapat membuat tafsir permintaan tersebut. Maka pada saat itu, dimulailah penafsiran Alquran berbahasa Jawa.

Diketahui belum sampai selesai, baru sampai 13 Juz, tafsir tersebut kemudian dicetak di Singapura yang kemudian diberi judul "Faidur Rohman fii Tafsiri Ayatil Quran karya: Kiai Sholeh, usul: RA Kartini."

Yang kemudian oleh Litbang Kementerian Agama menyatakan Tafsir Faidur Rohman adalah tafsir pertama di Asia Tenggara.

KH Achmad Chalwani menambahkan, sangat disayang cerita RA Kartini mengaji Alquran tidak pernah diceritakan di bangku sekolah, yang diterangkan hanya perihal Habis Gelap Terbitlah Terang saja. (Tri Yun)

 

Related Posts

Post a Comment